Debu,Air dan Angin

Sederet bangku di pinggir sungai itu merayu ku,tapi burung tetap saja berkicau seolah-olah ingin mengatakan sesuatu,entah itu rayuan atau cacian buatku,sudah cukup buat aku bersandar,kaki ku yang seharusnya senang karena bisa berhenti untuk melangkah ini cemburu kepada rangkain dedaunan yang tertiup angin alam. 
Sungguh berat rasanya untuk melangkah kembali karena,itu tandanya hamparan debu itu akan menggumpal nakal di kakiku,yang aku bayangkan adalah apabila aku menari-nari di sekelilingnya karena musik yang angin coba putar itu adalah musik nakal yang membuat debu mulai bersorak riang mencari tempat yang indah untuk berdansa, musik itu terus beralun-alun lepas,sementara mataku sedang sibuk mencari bayu yang mungkin mampu menghentikan debu itu berdansa kembali.

Tak berselang,seketika awan sudah mulai berserah dan berwarna cerah karena sang pendekar api mulai tertunduk kepada sang ratu malam dan seolah-olah akan bercumbu ketika dia terlalu lelah berkelana sendiri,dan alam pun segan kepadanya,keangkuhannya tertunduk karena sang ratu malam.


Pagi itu tiba,masih terpikir olehku tentang seseorang yang samar terlihat ketika tanganku mulai memberi tanda untuk sopir angkot itu supaya dia berhenti untuk membawaku tepat di depan gerbang sekolahku. Aku masih ragu tentang dia,karena klakson itu telah membuyarkanku  untuk segera menikmati desakan perjalanan yang menjadi ceritaku kini. Pikirku,andai aku bisa memutar waktu,mungkin aku tidak akan menaiki angkot itu,rela untuk menunggu angkot lainnya,walaupun pada akhirnya aku akan terlambat ke sekolah.
"haey,bengong saja dari tadi,kenapa?" vie membuyarkan lamunanku
"g apa-apa kok," membalasnya sambilmelemparkan senyumku
"tugas kemarin kamu sudah selesai?"
"sudah" sambil menyodorkan buku tugasku,karena aku tahu dia menginginkannya
"terima kasih,kamu tahu saja apa mauku" tersenyum sambil meninggalkanku dan dia kembali kederetan bangku sebelah barat itu.

Sementara aku masih sibuk dengan pikiran-pikiranku,temanku dari kelas sebelah memanggilku "ghok,kamu dipanggil pak Saleh tuh,langsung menghadap di ruangan osis pesannya". Dan pikiran lamaku seketika buram dan terfokus kepada pesan temanku itu. Di mading yang tepat tertempel di tembok menuju ruang osis itu terpampang namaku yang singkat dan membuat mataku merasa aneh karena di sana tertulis jelas namaku dan yang pasti aku menjadi calon ketua osis di sekolahku........


bersambung .....











Comments

Popular posts from this blog

Masjid Jami Saleh Hambali Perkuat Keislaman di Bengkel

Tiga Spot Camping Seru di Sembalun

Menikmati Serunya Snorkeling di Gili Petelu